Meditasi Jawa Kuno, Laku Doa, Ilmu Spiritual, Kalimat, dan Rahasia

Kejawen.id – Seperti diketahui, meditasi Jawa kuno yang dilakukan masyarakat Jawa adalah sebagai salah satu sarana berdoa kepada Tuhan. Di mana dalam meditasi tersebut biasanya menggunakan doa kalimat tertentu.

Hal tersebut dilakukan dari zaman dahulu, maka tidak heran masyarakat Jawa dalam berdoa kerap menggunakan meditasi Jawa kuno. Sebab, seseorang menggunakan cara meditasi kuno diyakini hajat atau apa yang sedang dikehendaki segera terkabul.

Oleh karena itu, tak heran saat ini banyak orang mencari cara wirid untuk terhubung melalui dimensi spiritual di dalam diri mereka. Selain itu, meditasi Jawa kuno juga dipercaya menjadi salah satu semedi tingkat tinggi.

Meditasi Jawa kuno memang sangat luas pengertiannya, maka dari itu banyak orang hingga kini mencari kebenarannya. Maka, ada baiknya kalian bisa simak pembahasan berikut mengenai meditasi atau semedi yang sering dilakukan oleh masyarakat Jawa kuno.

Meditasi Jawa kuno

Meditasi Jawa kuno sering disebut sebagai salah satu semedi yaitu suatu usaha pencarian makna dan kedamaian dalam kehidupan. Sehingga tidak heran saat ini banyak orang mencari cara untuk terhubung dengan dimensi spiritual di dalam diri mereka. Selain itu, semedi adalah suatu bentuk meditasi yang mendalam dan penuh penghayatan.

Meditasi kuno juga bertujuan untuk menjelajahi kedalaman batin dan memperkuat hubungan dengan alam semesta. Di mana semedi merupakan sebuah praktik berasal dari tradisi Jawa kuno, namun kini juga dipraktikkan dalam berbagai budaya di Indonesia. Adapun sebenarnya istilah semedi sendiri berasal dari dua kata yaitu Sam dan Adi.

Sam berarti besar, sedangkan Adi artinya indah atau bagus. Biasanya orang bermeditasi mempunyai tujuan untuk meraih budi yang besar, indah dan suci. Seperti diketahui, Budi suci adalah budi yang berdiam diri tanpa nafsu. Jadi, tujuan utama meditasi adalah untuk mencapai penyatuan dengan Tuhan.

Selain itu, juga untuk mencapai pemahaman lebih dalam tentang diri sendiri, serta menemukan makna hidup lebih dalam lagi. Biasanya dalam melakukan meditasi Jawa kuno, seseorang dianjurkan untuk duduk dalam posisi sila, menutup mata, dan melakukan pernafasan secara lambat serta dalam.

Kemudian proses meditasi melibatkan meluapkan identitas ego dan melepaskan ikatan lewat pikiran serta keinginan duniawi. Ketika seseorang praktisi semakin terbenam dalam meditasi, bisanya akan memasuki keadaan yang disebut sebagai Sunyata atau kehampaan. Di mana tingkat kesadaran diri sendiri dan batasan-batasan dunia fisik akan hilang.

Dalam keadaan tersebut juga kemungkinan akan terbuka untuk mengalami kesatuan dengan alam semesta, hingga mencapai transformasi spiritual sangat mendalam. Selanjutnya, meditasi Jawa kuno juga melibatkan pengulangan mantra atau kata-kata suci yang diyakini mempunyai getaran spiritual.

Mantra tersebut diucapkan dengan penuh kesadaran dan niat kuat untuk sarana menenangkan pikiran dan membantu praktisi mencapai tingkat kesadaran lebih tinggi dan dalam. Akan tetapi, perlu diingat juga bahwa meditasi Jawa bukanlah praktik instan atau jalan pintas menuju pencerahan. Karena harus membutuhkan waktu, konsisten, disiplin dan kesabaran.

Laku Doa dan Meditasi Jawa Kuno

Meditasi Jawa kuno juga memiliki tuntunan laku kebatinan untuk bersembah kepada sesembahan yang terdiri atas 3 tingkatan yaitu Manages, Semedi, dan Wiridan. Meskipun 3 perkara tersebut memiliki kemiripan dalam pengertiannya, tetapi perlu dibahas supaya dikenal nuansanya.

1. Laku Maneges

Laku maneges dipercaya masyarakat Jawa adalah laku batin paling tinggi tingkatannya. Tujuannya juga dalam apabila ditinjau dari kacamata spiritual, yakni memohon petunjuk langsung dari Tuhan. Maka, untuk bisa mencapai maneges dibutuhkan jiwa dan raga yang benar-benar bersih.

Selain itu, manages bisa dianggap sebagai puncak laku kebatinan. Sebagaimana diketahui, maneges paling tinggi inilah Pujangga Ranggawarsita mendapat anugerah bisa membaca kitab para Dewa atau disebut Pustaka Darya, serta dijadikan salah satu sumber pustaka beliau ketika menulis Serat Paramayoga.

2. Laku Semedi

Laku semedi atau semadi (meditasi) juga dikenal sebagai salah satu laku meditasi Jawa kuno. Laku meditasi umumnya dianggap sebagai ritual sembah batin, yakini digerakkan untuk bersembah yaitu daya spiritual seseorang. Di mana kiblatnya adalah menghadap ke pusat hati atau goa kesejatian hidup.

Puncak laku meditasi digambarkan dengan pepatah mati sejroning urip. Di mana dalam keadaan tersebut, para pelaku meditasi akan merasakan keadaan spiritual yang mulia dan serba nikmat hingga membuat betah. Kondisi tersebut digambarkan melalui Serat Dewa Ruci ketika Bima bertemu dengan Dewa Ruci di dasar Samudera.

Adapun semedi di atas merupakan meditasi untuk laku bersembah. Selain itu, ada juga meditasi ditujukan untuk memberdayakan kekuatan spiritual yang dimiliki oleh manusia. Jadi, benar atau tidaknya bergantung kepada tujuan memperolehnya, apabila untuk dalam hal kebaikan dalam bermasyarakat, maka akan dianggap baik, tepat dan benar. Tetapi, jika digunakan perbuatan hal jahat serta merusak, jelas itu salah dan benar-benar sesat.

3. Laku Wirid

Laku wirid juga menjadi salah satu kebatinan yang tujuannya menjustifikasi ketepatan sifat serta doa-doa permohonan kepada Sang Pencipta. Pelaksanaan wirid bisanya dengan mengucapkan dalam hati rapal mantra supaya substansi makna kalimat wirid bisa merasuk ke dalam batin.

Hal tersebut bisa diucapkan dalam batin, mantra akan menjadi kekuatan batin yang cocok saat diinginkan. Apabila disimak serat-serat tentang laku wirid, sebenarnya menurut meditasi Jawa kuno tidak ada mantra baku. Sebab, tata cara Jawa lebih mengutamakan kalimat wirid yang mudah dipahami oleh seseorang ketika melakukannya.

Selain itu, ada juga salah satu kepercayaan yang mengajarkan laku wirid melalui bahasa Jawa nglegena (telanjang), yaitu mengucapkan kalimat wirid dengan konsonan kata-katanya saja dan dibaca dengan ucapan Jawa nglegena. Seperti contohnya bacaan berikut: Ya Gusti Ingkang Maha Welas Asih” maka akan menjadi: “Ya Gasata hangakanga maha walasa hasaha.”

Jadi, landasan laku wirid atau arti nglegena yaitu semua makhluk diciptakan oleh Tuhan itu asalnya telanjang tanpa pakaian. Seperti alam semesta pun juga telanjang bulat, makhluk hidup jenis apa pun dilahirkan dengan keadaan telanjang. Demikian pun anugerah dari Tuhan kepada manusia berupa kemampuan berbicara dengan bahasa, aslinya merupakan nglegena.

Kalimat Meditasi

Menurut leluhur Jawa kuno juga menyebutkan dalam melakukan sebuah meditasi kuno sering menggunakan kalimat Jawa. Di mana ajaran wirid memohon doa kepada Sang Pencipta, yakni wiridan sebagai berserah diri atas segala kehendak Hyang Agung bagi diri sendiri. Adapun kalimat meditasi kuno adalah sebagai berikut.

“Sejatining Gusti Ingkang Maha Kuwasa, nyuwun kawilujengan ing sadayanipun. Sumangga anggen Paduka ngasta pribadi saha gesang tuwin kulawarga kula”.

Artinya: (Tuhan Sejati Yang Maha Kuasa, mohon keselamatan atas segalanya. Terserah Paduka menggenggam pribadi dan hidup serta keluarga hamba).

“Sajatananga Gasata Hangakanga Maha Kawasa, nyawana kawalajangana hanga sadayanapana. Samangaga hangagana Padaka ngasata parabada saha gasanga tawana kalawaraga kala”.

Ilmu Spiritual Jawa Kuno

Orang Jawa kuno atau bisa juga disebut Kejawen dipandang sebagai Ilmu yang memiliki ajaran-ajaran utama, yaitu membangun tata krama atau aturan dalam berkehidupan yang lebih baik. Seperti diketahui, ilmu spiritual Jawa kuno bisanya disebut juga di dalam kitab Sanghyang Tattwa Jnyna Nirmala Nawaruci.

Sebagaimana diketahui, tanah Jawa merupakan tempat yang penuh dengan kekayaan budaya, adat serta tradisi. Nah, salah satu aspek paling menarik dari ilmu spiritual Jawa kuno adalah ilmu kebatinan serta kanuragan. Di mana orang Jawa kuno mempercayai bahwa ilmu tersebut adalah ilmu hasil dari olah batin atau meditasi, sehingga mempunyai kesaktian mengerikan.

Tidak hanya itu, ilmu spiritual Jawa kuno juga memiliki sejarah yang kaya serta masih menarik perhatian banyak orang hingga sekarang. Berikut beberapa ilmu spiritual Jawa kuno yang sampai saat ini masih terlestarikan dan digunakan.

  • Ilmu spiritual Jawa kuno ajian Waringin Sungsang (kekuatan dalam sebuah nama).
  • Ilmu spiritual Jawa kuno ajian Rawa Rontek (ilmu hitam paling sulit dikalahkan).
  • Ilmu spiritual Jawa kuno ajian Lembu Sekilan (tameng kebal tak tertandingi).
  • Ilmu spiritual Jawa kuno ajian Gelap Ngampar (ilmu kebatinan mengerikan lewat kekuatan suara).

Ilmu spiritual atau kesaktian di atas merupakan asli dari tanah Jawa yang semua didapat dengan cara olah batin tinggi dengan meditasi. Meskipun beberapa ilmu tersebut terdengar tidak masuk akal, tetapi ilmu spiritual Jawa akan tetap menjadi bagian menarik dari sejarah serta budaya Jawa yang perlu dihargai dan dijaga.

Rahasia Ilmu Jawa Kuno

Seperti diketahui, dalam perjalanan sejarah masyarakat Jawa kuno itu terdapat satu warisan budaya spiritual yang menciptakan seseorang dianggap memiliki kekuatan luar biasa atau sakti mandraguna.

Adapun rahasia dibalik ilmu Jawa kuno ini tidak terletak pada amalan mistis semata, melainkan pada nilai-nilai serta prinsip yang dipegang teguh oleh para praktisi spiritual Jawa kuno.

Jika dilihat orang Jawa kuno mempunyai kesaktian yang tidak tertandingi alias sakti mandraguna, ternyata hal tersebut ada rahasianya. Nah, berikut rahasia orang Jawa kuno bisa menjadi sakti mandraguna.

1. Amalan

Rahasia ilmu Jawa kuno pertama agar menjadi sakti adalah amalan. Di mana orang Jawa kuno dulu ketika melakukan meditasi yaitu menjalankan tirakat, sehingga nantinya mendapatkan sebuah kekuatan gaib. Seperti diketahui, masyarakat Jawa kuno tidak hanya sekedar menjalankan ritual-ritual spiritual, melainkan juga menekankan arti dari amalan tersebut.

2. Menjaga Kebersihan Hati

Inti dari keberhasilan spiritual masyarakat Jawa kuno terletak juga pada pemeliharaan kebersihan hati. Di mana orang Jawa kuno dulu sering menjalankan kehidupan dengan mematuhi ajaran agama dan melestarikan moralitas. Selain itu, biasanya juga mengamalkan perintah-perintah atau ajaran dalam suatu agama dan tetap percaya kepada Tuhannya.

3. Menggunakan Kesaktian untuk Hal Baik

Rahasia ilmu Jawa kuno selanjutnya yaitu menggunakan kesaktian untuk hal-hal baik. Jadi, orang Jawa kuno memperoleh kesaktian tidak pernah menggunakan kekuatan tersebut sebagai kepentingan pribadi atau kejahatan. Namun sebaliknya, seorang juga biasanya mengarahkannya sebagai amalan kebaikan, membantu sesama, serta berkontribusi hal positif bagi masyarakat.

4. Mengedepankan Intuisi dan Rasa

Rahasia meditasi Ilmu Jawa kuno terakhir yaitu mengedepankan intuisi dan rasa. Tidak hanya mengandalkan ilmu spiritual saja, namun orang Jawa juga menghargai peran rasa serta intuisi dalam pengembangan kesaktian. Maka, tidak heran orang Jawa kuno sering mendengarkan hari serta memahami isyarat-isyarat gaib yang mungkin terlewatkan oleh panca indra biasa.

Dengan memahami secara mendalam serta mengamalkan rahasia ilmu Jawa kuno tersebut, orang Jawa kuno bisa mencapai tingkat kesaktian mandaraguna yang sangat dihormati dalam masyarakatnya pada zaman dahulu. Jadi, itulah rahasia ilmu Jawa kuno yang sampai saat ini masih diyakini bisa menjadi sakti mandraguna.

Kesimpulan

Ilmu spiritual atau kesaktian didapatkan dengan menggunakan meditasi Jawa kuno memang dianggap tidak masuk akal. Akan tetapi ilmu spiritual Jawa akan tetap menjadi bagian paling menarik dari sejarah serta budaya, adat, tradisi Jawa yang perlu dihargai dan dijaga.

Tinggalkan komentar