Kejawen.id – Dalam umat Hindu di Bali mengenal hari kelahiran adalah sebagai otonan. Untuk melaksanakan prosesi otonan, tentu memerlukan sarana upakara atau upacara adat serta diiringi bacaan mantra terkuat, salah satunya dikenal mantra mewat kawat mebalung besi.
Upakara otonan secara lahiriah bertujuan mengingatkan manusia untuk merenungkan kembali kesempatan menjelma sebagai manusia, yakni mahkluk ciptaan Tuhan. Oleh sebab itu, dalam menjalankan upakara tersebut wajib dibarengi dengan mantra otonan mewat kawat mebalung besi.
Karena mantra otonan mewat kawat mebalung besi salah satu mantra paling dikenal bagi umat Hindu di Bali. Melalui mantra otonan tersebut, nantinya anak ketika akan di meoton diharapkan agar diberikan keselamatan serta selalu suci.
Nah, belakangan ini banyak orang di luar sana salah mengartikan bahwa otonan merupakan sebuah tradisi. Oleh karena itu, kami tertarik ingin menjelaskan secara lengkap terkait tentang otonan mulai dari pengertian mewat kawat mebalung besi, mantra, hingga tata cara nganteb otonan.
Daftar Isi
Otonan Mewat Kawat Mebalung Besi Adalah
Seperti diketahui, otonan dalam bahasa agama Hindu di Bali sering disebut dengan sarira samskara atau dalam aspek ritual disebut Yadnya. Nah, berbicara tentang upacara pasti tidak bisa terlepas dari aspek agama yakni, yantra, tantra, mandala, kala dan mantra otonan mewat kawat mebalung besi.
Adapun waktu atau kala adalah hal sangat penting, karena waktu merupakan perputaran yang di dalam agama Hindu itu disebut dengan wriga (hari). Maka, terkait dengan ritual manusa Yadnya, hal ini otonon, di mana setiap manusia nantinya membawa dewasa-nya masing-masing karena telah ditentukan oleh hari kelahirannya.
Tetapi, sekarang banyak masyarakat kebingungan atau bahkan keliru akan menentukan harinya, kenapa demikian? Karena sekarang masyarakat lebih banyak mengenal waktu secara universal. Namun dalam pemikirannya, setelah pukul 00.00 atau lewat jam 12 malam, hari telah berganti.
Namun, dalam agama Hindu tidaklah demikian. Dalam perhitungan adat Bali, yang namanya rahina/ngawit rahina/memulai hari, pasti saat galang kangin/surya prabatama ataupun awang wetan. Semuanya itu memiliki arti yaitu saat sinar matahari sudah terlihat, meskipun mataharinya sendiri belum terlihat.
Maka, hal tersebut wajib untuk diketahui oleh setiap orangtua. Karena melalui fungsi melakukan upacara otonan itu sangatlah penting. Perlu diketahui untuk semuanya saja, bahwa yang disebut kelahiran adalah ketika rohani menjasmani. Nah, ketika rohani menjasmani itu artinya saat Sang Atman mengambil badan dan pikiran.
Jadi, fungsi ritual dengan menggunakan mantra otonan mewat kawat mebalung besi adalah saat proses pengambilan badan serta pikiran tersebut, sehingga manusia nantinya tidak mengalami degradasi. Selain itu, sering juga disebut banten otonan yang berfungsi agar mereka dikembalikan pada hakikatnya.
Yaitu lahir ke dunia untuk penebusan dosa pada masa kehidupan terdahulu. Jadi, dalam prosesi otonan tersebut ada suatu pengharapan. ”Pang nyak pait getihne, mawat kawat mabalung besi,” mantra otonan tersebut biasanya diucapkan oleh orangtua ketika memimpin upacara otonan anaknya.
Perlu diingatkan juga, jangan sesekali mencerna ucapan tersebut secara mentah-mentah, karena di dalam mantra tersebut ada filosofi tersendiri. Di mana mantra otonan mewat kawat mebalung besi ini artinya kita lahir untuk berkarma dan perilaku baik. Adapun fisik yang kuat akan mendukung karma-karma kita, hal tersebut juga dikatakan dalam sarasamuscaya yaitu:
“Apan ikang dadi wang uttama juga ya, nimittaniang mangkana, wenang ya tinulung awaknya sangkeng sangsara, maka sedanang subhakarma hinganina kotama dadi wang ikamaning,”.
Artinya, menjadi manusia sungguh utama, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara degan jalan karma yang baik.
Pada umumnya, tujuan diadakan otonan atau maoton adalah peringatan terhadap hari kelahiran dan salah satu upacara terimakasih kepada Hyang Guru serta leluhur karena sudah diberikan kehidupan “Dumogi Rahayu svaha”.
Mantra Otonan Mewat Kawat Mebalung Besi
Dalam melakukan hari otonan biasanya yang harus dijadikan patokan adalah sistem kalender Saka-Bali. Di mana dalam pergantian hari atau tanggal yakni ketika matahari terbit sekitar jam 6 pagi. Jika untuk bayi, otonan mewat kawat mebalung besi pertama kali dilakukan ketika sudah berumur 105 hari.
Karena hal tersebut bersangkutan dengan organ tubuh dianggap telah berkembang sempurna dan semua panca indra sudah aktif. Di mana panca indra anak tersebut bisa membawa dampak positif serta negatif pada kesucian jiwa, sehingga nantinya harus dilakukan otonan atau upacara tiga bulanan.
Namun, jika belum melakukan otonan atau upacara tiga bulanan, maka anak tersebut masih “Cuntaka” atau belum suci. Nah, biasanya dalam upacara sederhana sarananya cukup sebagai berikut.
- Banten Pejati (untuk Bhatara Guru/Kemulan)
- Dapetan (sebagai tanda syukur) dan
- Sesayut Pawetuan (untuk Sang Manumadi),
- Mantra segehan (untuk Bhuta) dan dapat diisi kue Taart di atasnya di kasih Canang sari dan dupa,
- kemudian didoakan.
Dalam melakukan presesi otonan mewat kawat mebalung besi juga terdapat sebuah simbolis yaitu pemasangan gelang ditangan berwarna putih. Kenapa hal ini harus menggunakan benang? Karena benang memiliki konotasi “beneng” dalam bahasa halus dapat diartikan menjadi dua hal yaitu:
Pertama, karena benang sering digunakan sebagai sepat membuat lurus sesuatu yang diukur. Hal ini maksudnya supaya hati hati yang otonan selalu di jalan yang benar atau lurus.
Kedua, benang mempunyai sifat lentur serta tidak mudah putus sebagai simbol kelenturan hati, jadi ketika melakukan otonan mewat kawat mebalung besi nantinya tidak mudah patah semangat.
Adapun mantra otonan mewat kawat mebalung besi adalah sebagai berikut:
1. Mabya Kala / Bya Kaon
Om shang bhuta nampik lara sang bhuta nampik rogha,sang bhuta nampik mala,undurakna lara roga wighnanya manusanya.Om sidhirastu Yanama Swaha.
2. Matepung Tawar
Om purna candra purna bayu mangka purnaya manusa maring marcepada kadi langgenaning surya candra vmangklana langgenganipun manusyania. Om sidhirastu ya nama Swaha.
3. Mesesarik
kening; om sri sri ya nama swaha
bahu kanan: om anengenaken phala bhoga ya nama swaha
bahu kiri : om angiwangaken pansa bhaya bala rogha ya nama swaha
telapak tangan : om ananggapaken phala bhoga ya nama swaha
tengkuk : om angilangaken sot papaning wong ya nama swaha
dada : om anganti ati sabde rahayu
4. Matebus Benang
om angge busi bayu premana maring angge sarire Natab sesayut
Namun, dalam melakukan natab sesayut ada 2 mantra yang bisa dipergunakan untuk otonan mewat kawat mebalung besi sederhana yaitu:
1. Sesayut Bayu Rauh Sai
Om sanghyang jagat wisesa ,metu sira maring bayu, alungguh maring bungkahing adnyana sandi om om sri paduka guru ya namah.
Om ung sanghyang antara wisesa , metu sira maring sabda, alungguh maring madyaning adnyuana sandi om om sri sri paduka guru ya namah.
Om mang sanghyang jagat wisesa . metu sire maring idep. alungguh maring tungtungngin adnyana sandi om om sri paduka guru ya namah.
2. Seayut Pangenteg Bayu
om dabam jaya bayu krettan dasa atma dasa premanam sarwa angga m,a sariram
wibbbbuh bhuanam dewat makam.
Jadi, otonan mewat kawat mebalung besi tidak mesti dilakukan upacara besar dan mewah, yang terpenting adalah nilai rohaninya. Sehingga nilai rohani tersebut bisa mentransformasikan pencerahan kepada setiap orang yang melakukan otonan mewat kawat mebalung besi.
Tidak ada gunanya jika melakukan otonan mewat kawat mebalung besi yang besar, namun si anak tidak pernah diajarkan untuk sungkem serta hormat kepada orang yang lebih tua. Nantinya akan sia-sia upacara otonan tersebut jika hanya sebagai sarana pamer kepada tetangga.
Tata Cara Otonan Mewat Kawat Mebalung Besi
Setelah mengetahui mantra otonan mewat kawat mebalung besi, sekarang kami akan membahas mengenai tata cara otonan. Hal tersebut sebenarnya bersifat fleksibel dan tidak harus dilakukan dengan mewah, dan semuanya kembali ke niat serta ketulusan masing-masing.
Adapun saat akan melakukan prosesi otonan mewat kawat mebalung besi, beberapa masyarakat biasanya menggunakan banten tumpeng tiga dan tumpeng lima. Namun, apabila menggunakan banten tumpeng lima, secara umumnya terdiri dari:
- Banten Pengambeyan.
- Banten Dapetan.
- Banten Peras.
- Banten Pejati.
- Banten Sesayut.
- Banten Segehan.
Selain di atas, ada juga sarana-sarana lainnya seperti Bija, Dupa, Tonya Anyar, Tirta Panglukatan, dan Tirta Hyang Sang Guru. Selanjutnya sebelum melakukan prosesi otonan mewat kawat mebalung besi, sang Ibu dari anak yang akan di otonkan akan menjalankan beberapa tahapan prosesi terlebih dahulu di antaranya adalah:
Pertama, Sang Ibu nantinya akan menjalankan ngayab sarana banten ke hadapan Sang Hyang Atma. Hal ini sebagai tanda bahwa hari tersebut adalah hari lahirnya Sang Hyang Atma saat menjelma sebagai manusia di Bumi.
Kedua, dilanjutkan dengan menghaturkan segehan di bawah bale atau tempat di mana akan meoton. Hal ini bertujuan memohon kepada Sang Hyang Butha kala supaya prosesi otonan mewat kawat mebalung besi dapat berjalan dengan lancar serta sang anak bisa terhindar dari marabahaya.
Nah, setelah menjalankan beberapa prosesi di atas, nantinya dilanjutkan ke prosesi berikutnya yang terdiri dari:
1. Mesapuh Sapuh
Cara pertama dilakukan dengan mengusapkan kedua tangan Sang Anak menggunakan Buu. Pertama dimulai dari tangan kanan ke tangan kiri, lalu Sang Ibu mengucapkan mantra atau doa otonan mewat kawat mebalung besi menggunakan bahasa Bali seperti:
“Ne cening jani mesapuh-sapuh, apang ilang dakin liman ceninge, apang kedas cening ngisiang urip”
Artinya agar segala ke kotoran di tangan Sang Anak hilang, sehingga diharapkan bisa memegang kehidupan dengan tangan bersih.
Kemudian dilanjutkan dengan mengusapkan Toya Anyar. Hal ini bertujuan setelah melakukan prosesi mesapuh tersebut yaitu menghilangkan mala atau leteh pada anak yang bersangkutan (anak yang meoton).
2. Matepung Tawar
Selanjutnya ke prosesi matepung tawar atau mesegau yang berisi sarana daun dadap. Nantinya akan diusapkan pada kedua tangan anak yang sedang menjalankan otonan mewat kawat mebalung besi.
Prosesi tersebut, Sang Ibu akan mengucapkan mantra otonan mewat kawat mebalung besi seperti:
“Jani cening masegau, suba leh liman ceninge. Melah-melah ngembel rahayu”
Artinya tangan yang sudah bersih ini diharapkan bisa memegang segala kerahayuan (keselamatan dan kesentosaan) dengan baik.
Kemudian Sang Ibu akan memercikan sebuah tirta panglukatan dengan tujuan menyucikan serta menetralisir kembali Sang Hyang Atma. Agar harapannya nanti jiwa yang bersangkutan senantiasa akan tetap suci, bak, hingga selalu dalam keselamatan secara sekala-niskala.
3. Matebus
Lanjut dengan cara matebus, prosesi ini akan menggunakan benang berwarna putih. Di mana dua helai benang putih nantinya diambil oleh Sang Ibu, satunya diletakkan di kepala atau telinga Sang Anak. Sedangkan benang satunya dililitkan menjadi gelang di pergelangan kanan si Anak dengan membaca mantra otonan sebagai berikut.
“Jani cening magelang benang, apang cening mewat kawat mebalung besi”
Artinya adalah dengan menggunakan gelang tersebut, Sang Anak nantinya diharapkan memiliki tubuh sehat layaknya otot kawat dan tulang besi.
Kemudian dilanjutkan memercikan Tirta Hyang Guru sebagai sarana permohonan supaya anak memperoleh kesehatan, keselamatan lahir batin, serta mendapat perlindungan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi-Nya.
4. Ngayab Sesayut
Terakhir adalah melakukan prosesi ngayab sesayut dengan memutar jarum jam oleh Sang dibarengi dengan membaca mantra otonan mewat kawat mebalung besi seperti:
“Ne cening ngilehang sampan, ngilehang perahu, batu mokocok, tungked bungbungan, tekad dipasisi napetang perahu bencah”
Hal tersebut dilakukan agar Sang Anak nantinya tetap dengan pendiriannya dan mempunyai kepribadian stabil dalam menjalani kehidupan di dunia.
Nah, tata cara prosesi otonan mewat kawat mebalung besi di atas memiliki makna mendalam, mulai dari pembersihan badan kasar selama mala di prosesi masesapuh hingga penyucian jiwa di proses matepung tawar atau masegau.
Kesimpulan
Itulah pembahasan tentang mantra otonan mewat kawat mebalung besi bagi umat Hindu di Bali. Dengan demikian, kalian lebih mengetahui akan tradisi, budaya hingga adat-adat di Indonesia. Semoga artikel ini dapat menjadi referensi serta menambah wawasan akan tradisi-tradisi di Indonesia.