Kejawen.id – Larung sesaji adalah salah satu tradisi wujud syukur atas nikmat dari Tuhan berupa rezeki, keselamatan dan hasil alam melimpah. Tradisi ini dimaknai sebagai tindakan religi dengan paham animisme dan dinamisme.
Adapun tradisi larung sesaji adalah sebuah ritual sebagai tanda rasa syukur kepada Tuhan bahwa di dalamnya terdapat paham magic dan mitos. Tetapi tradisi tersebut sudah dari turun temurun dari nenek moyang kita hingga sekarang masih dilestarikan oleh masyarakat Jawa.
Kepercayaan masyarakat Jawa, dalam upacara larung sesaji hingga sekarang masih sangat erat akan pelestarian budaya. Salah satu tradisi yang sampai sekarang masih terjaga adalah larung sesaji yang dilakukan pada bulan sura.
Tapi sayangnya masih banyak orang di luar sana belum mengetahui sepenuhnya apa itu larungan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami akan mengupas tuntas tentang tradisi larung sesaji mulai dari pengertian, tujuan, tata cara dan filosofinya. Agar lebih jelasnya lebih baik simak pembahasannya sebagai berikut.
Daftar Isi
Apa Itu Larung Sesaji?
Upacara adat larung sesaji adalah tradisi turun-temurun dari nenek moyang yang dilakukan kebanyakan warga di wilayah pesisir pantai selatan. Kegiatan tersebut dilakukan setiap tanggal 1 Muharram atau 1 Suro dengan nuansa spiritual sebagai bentuk refleksi rasa syukur kepada Tuhan atas hasil bumi bagi masyarakat.
Larung sesaji adalah salah satu warisan budaya dengan melakukan upacara adat, dilengkapi dengan berbagai macam hasil bumi untuk dilarungkan di pantai. Di mana warisan budaya tersebut sangat penting untuk dilestarikan dan dilakukan setiap tahun dan bisa dikenalkan pada generasi muda sekarang.
Selain itu, larung sesaji juga sudah mendapatkan sertifikat Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian dan Kebudayaan RI. Jadi acara tradisi tersebut sudah diakui oleh pemerintah pusat, bahwa tradisi ini memang sudah ada dari turun-temurun setiap tahunnya dan wajib untuk dilestarikan.
Tujuan Larung Sesaji
Tujuan dilakukan larung sesaji adalah sebuah simbol keselamatan kepada Tuhan dan rasa syukur atas segala nikmat yang telah diterima selama dalam waktu setahun. Tujuan ini dinamakan mimetri dalam bahasa Jawa setempat.
larungan juga merupakan bentuk komunikasi dengan makhluk gaib yang berdiam di kawasan pantai laut selatan. Dalam kepercayaan Jawa, sebagai sesama makhluk tuhan kita harus menjalin komunikasi supaya bisa saling menghormati dan bisa hidup secara berdampingan.
Larungan dilakukan oleh masyarakat Jawa agar bisa menjalin hubungan antara manusia dengan hal-hal gaib, seperti roh leluhur, danyang atau penunggu di suatu tempat. Larungan tidak hanya sebagai pelengkap dalam kehidupan, melainkan memiliki suatu hal untuk menjadi tanda dari gambaran kehidupan sehari-hari.
Tradisi tersebut dilaksanakan sebagai kepercayaan yang berkembang di masyarakat dan dilakukan secara beriringan dengan budaya. Selain karena kepercayaan, diadakan upacara ini memiliki tujuan lain yaitu untuk memuliakan kehidupan lain melalui pekerjaan. Oleh sebab itu, larung sesaji dilakukan bertujuan untuk meminta kelancaran semua mata pencaharian. Hal ini dilakukan dalam tradisi-tradisi yang ada dalam masyarakat Jawa.
Perlengkapan Larung Sesaji
Sebelum melaksanakan larungan, warga juga harus mempersiapkan sesaji yang akan dilarungkan ke laut. Perlu diketahui, bahwasanya setiap daerah akan memiliki ketentuan sesaji berbeda-beda. Sejumlah saji harus dipersiapkan meliputi kembang telon atau bunga bunga harum seperti melati, kenanga, mawar, dan beraneka macam jenang.
Selain itu, ada jajanan pasar, nasi uduk, pisang, lauk pauk, lalapan dan pakaian. Dalam larung sesaji ini perlengkapan paling utama adalah kepala kerbau, sapi, atau kepala kambing.
Tata Cara Larung Sesaji
Ada beberapa tata cara larungan yang dilakukan warga di setiap daerah pantai pesisir baik pantai selatan maupun utara. Umumnya, setiap daerah memiliki tata cara larungan berbeda-beda namun tetap dengan hajat dan tujuannya sama. Berikut tata cara larungan yang umumnya dilakukan oleh masyarakat pesisir laut.
1. Ziarah
Di sejumlah daerah, masyarakat melakukan ziarah terlebih dahulu ke makam leluhur sebelum tradisi berlangsung. Hal ini menjadi penting sebagai bentuk doa terlebih dahulu untuk leluhur di suatu tempat tersebut.
2. Persiapan Sesaji
Sebelum larungan dilakukan, warga juga harus mempersiapkan sesaji yang akan dibuang atau dilarungkan ke laut. Setiap daerah mempunyai sesaji berbeda-beda, umumnya sesaji dipersiapkan antara lain kembang weton atau bunga seperti melati, kenanga, dan mawar serta beraneka macam jenang.
Kemudian untuk perlengkapan lainnya meliputi jajanan pasar, nasi uduk, pisang, lauk pauk, lalapan dan pakaian. Sesaji utama dalam upacara larungan adalah kepala kerbau, sapi, atau bisa kepala kambing yang telah disembelih.
3. Kirab
Sebelum puncak larungan, warga terlebih dulu melakukan kirab atau arak-arakan. Nantinya, warga akan mengarak hewan sapi, kerbau atau kambing yang akan disembelih untuk kemudian dilarung ke laut.
4. Larung Sesaji
Selanjutnya, upacara adat atau menghanyutkan sesaji adalah puncak dari upacara larungan laut. Di mana sesaji utamanya adalah kepala kerbau, sapi atau kambing yang telah disembelih. Warga kemudian memindahkan sesaji ke kapal nelayan yang sudah dihias dengan aneka perhiasan. Kemudian, warga beramai-rami berlayar ke tengah laut untuk melarung sesaji ini ke laut.
5. Pertunjukan Seni
Terakhir, puncak upacara larungan ini juga dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan kesenian lokal seperti tari tradisional, wayang dan lain sebagainya. Puncak larungan sesaji ini menjadi pesta rakyat pesisir yang diikuti oleh semua warga.
Waktu Larung Sesaji Dilakukan
Seperti sudah disinggung di atas, larung sesaji adalah tradisi turun temurun setiap tanggal 1 Muharram atau satu Suro yang dilakukan dengan berbagai macam ritual. Larungan dilakukan melalui 2 tahapan yaitu larungan malam dan larungan pagi. Namun, bisanya di beberapa warga di daerah pesisir untuk melakukan larungan sesaji kebanyakan pada pagi hari.
Sebelum upacara ini dilakukan, ada beberapa kegiatan lainnya seperti pembukaan, serah terima sesaji, kirab dan ditutup dengan dilarungnya sesaji sebagai puncak dari perayaan tahun baru Islam atau Sura. Di mana bulan Sura ini diyakini sebagai bulan sakral untuk memanjatkan doa.
Sehingga larungan dilakukan pada bulan Sura yakni malam tanggal satu Sura hingga tanggal satu Sura. Dengan dilarungnya sesaji menjadikan keunikan tersendiri dari proses larungan, sehingga bisa memberikan banyak dampak positif bagi masyarakat.
Filosofi Larung Sesaji
Setiap upacara atau tradisi memiliki filosofi dan mitos tersendiri, dengan adanya tradisi larungan sesaji adalah sebagai bentuk rasa syukur pada nelayan. Selain itu, larungan ini juga menjadi salah satu simbol inti dari kehidupan manusia.
Dengan melakukan larungan ke laut, filosofinya adalah untuk membersihkan inti kehidupan manusia dengan air bumi yang suci. Upacara larung sesaji adalah simbol untuk menyatukan alam semesta dengan manusia, dan sebagai sarana untuk puji syukur pada semua kekuasaan tuhan.
Kesimpulan
Jadi kesimpulan dari larung sesaji adalah salah satu tradisi dari nenek moyang kita hingga sekarang masih terus dilestarikan oleh masyarakat Jawa. Semoga artikel di atas bisa menjadi referensi buat kalian yang ingin mengetahui apa itu tradisi larung sesaji.